Pada awal abad ke 16, ketika kerajaan Banggai beberapa saat dalam
keadaan kosong, karena sang pemersatu beberapa kerajaan kecil di
Tanobolukan kembali ke tanah Jawa dan tidak kembali lagi ke Banggai,
maka diutuslah sang Putra Mahkota Kerajaan Banggai (Abu Kasim) untuk
menemui ayahandanya Adi Cokro/adi Soko untuk kembali memimpin Kerajaan
Banggai..
Karena Sang Raja tidak bersedia kembali lagi ke
Banggai, Abu Kasim meminta sepasang burung Maleo kepada ayahnya, untuk
dibawa pulang ke Banggai, Sepasang burung Maleo hasil pemberian ayahnya
kepada Abu Kasim dicoba dikembangbiakkan di seluruh wilayah Banggai
termasuk pulau Peling. Berbagai usaha dan upaya telah dilakukannya,
namun burung tersebut tak kunjung bertelur sehingga Abu Kasim mencoba
menitipkan burung Maleo kepada neneknya di Batui. (Banggai Daratan).
Sebelum Abu Kasim pulang ke Banggai, ia berpesan kepada neneknya bahwa
jika Maleo bertelur, maka telur pertamanya
(Tumbe/Tumpe) diantar ke Banggai.Ketika Burung Maleo bertelur maka
dibuat prosesi atau proses penyerahan telur pertama Maleo ini,
selanjutnya dilaksanakan secara turun temurun dan menjadi salah satu
tradisi adat Banggai..
Saudaraku...prosesi tumbe ini telah
berlangsung lama hingga ratusan tahun.. setiap penghujung tahun yg
berkisar bulan September- Desember kita menyaksikan prosesi Tumbe
berlangsung.. Apakah kegiatan ini hanya tingggal menjadi ritual dan
rutinitas tahunan semata? Masih adakah nilai2 percaya yg bisa dimaknai?
Masi pahamkah generasi saat ini dgn amanat yg sudah beratus tahun
lamanya?..Jika kita mau merenung sejenak memaknai prosesi upacara tumpe
ternyata masih ada ikatan bathin yg terus terhubung bahwa peradaban
Banggai jangan sampai punah..Masih ada Pesan yg terus terjaga..bahwa
kita tetap satu Banggai walau telah terbelah menjadi 3 kabupaten..Masih
ada amanat kejujuran yg tetap lestari dalam prosesi tumbe walau zaman
telah berganti..Salam.