Minggu, 01 Desember 2013

TUMBE ; AMANAT YANG TERUS TERJAGA.


Pada awal abad ke 16, ketika kerajaan Banggai beberapa saat dalam keadaan kosong, karena sang pemersatu beberapa kerajaan kecil di Tanobolukan kembali ke tanah Jawa dan tidak kembali lagi ke Banggai, maka diutuslah sang Putra Mahkota Kerajaan Banggai (Abu Kasim) untuk menemui ayahandanya Adi Cokro/adi Soko untuk kembali memimpin Kerajaan Banggai..

Karena Sang Raja tidak bersedia kembali lagi ke Banggai, Abu Kasim meminta sepasang burung Maleo kepada ayahnya, untuk dibawa pulang ke Banggai, Sepasang burung Maleo hasil pemberian ayahnya kepada Abu Kasim dicoba dikembangbiakkan di seluruh wilayah Banggai termasuk pulau Peling. Berbagai usaha dan upaya telah dilakukannya, namun burung tersebut tak kunjung bertelur sehingga Abu Kasim mencoba menitipkan burung Maleo kepada neneknya di Batui. (Banggai Daratan). Sebelum Abu Kasim pulang ke Banggai, ia berpesan kepada neneknya bahwa jika Maleo bertelur, maka telur pertamanya (Tumbe/Tumpe) diantar ke Banggai.Ketika Burung Maleo bertelur maka dibuat prosesi atau proses penyerahan telur pertama Maleo ini, selanjutnya dilaksanakan secara turun temurun dan menjadi salah satu tradisi adat Banggai..

Saudaraku...prosesi tumbe ini telah berlangsung lama hingga ratusan tahun.. setiap penghujung tahun yg berkisar bulan September- Desember kita menyaksikan prosesi Tumbe berlangsung.. Apakah kegiatan ini hanya tingggal menjadi ritual dan rutinitas tahunan semata? Masih adakah nilai2 percaya yg bisa dimaknai? Masi pahamkah generasi saat ini dgn amanat yg sudah beratus tahun lamanya?..Jika kita mau merenung sejenak memaknai prosesi upacara tumpe ternyata masih ada ikatan bathin yg terus terhubung bahwa peradaban Banggai jangan sampai punah..Masih ada Pesan yg terus terjaga..bahwa kita tetap satu Banggai walau telah terbelah menjadi 3 kabupaten..Masih ada amanat kejujuran yg tetap lestari dalam prosesi tumbe walau zaman telah berganti..Salam.